Menjadi pribadi dengan hati yang damai


Hello everybody!!!

Sebelum aku nulis untuk topik kali ini mungkin sedikit review dulu ya mengenai blog postingan pertama, yang disitu aku banyak ngomongin keburukan diri sendiri, ketika dimana males-malesan menjadi sebuah habit, ketika menunda-nunda dijadikan gaya hidup, karena memang menunda sebuah pekerjaan itu begitu menyenangkan sekali teman-teman. Hahaha.

Topik yang akan aku bahas kali ini adalah “why people are so excited about setting fire to the debate?” kenapa orang-orang seperti ini lebih memilih untuk membuat sindiran dan senang menyulut api berdebatan disosial media ketimang do something positive untuk dirinya sendiri, terserah apa pun itu selain jari-jari tangannya cuma dipake buat ngetik sebuah caption sindiran.


Kenapa aku memutuskan untuk mengangkat topik ini? because, i find a lot of my social life, betapa seringnya aku temukan hal-hal ini di sekililing aku, ya tangan aku udah gatel aja gitu pengen ngobrolin si topik ini.

Aku bukan termasuk netizen yang ga pernah nyinyir ataupun nyindir. Tidak terlepas dari topik yang sedang aku bahas, aku adalah seseorang yang pernah hidup di zaman setiap hari nya ada aja pemicu untuk saling sindir menyindir, entah sama sodara, sepupu, teman main, teman deket, teman ngobrol, teman doang atau jenis teman-teman lainnya. Fyi, kalau diantara kalian pernah tau nih akun facebook aku dulu, disitu kalo ga salah isi nya si cuma bacotan sampah serapah doang, tapi ga sampe parah-parah banget juga.

Dari hasil riset pengihatan aku, beberapa yang aku temukan itu bukan cuma perempuan yang doyan nyinyir ataupun nyindir ini, tapi tidak sedikit juga dari kalangan laki-laki. Mereka lebih menikmati menyindir orang disosial media ketimang berusaha menahan diri untuk diam atau ngajak diskusi atas keresahannya kepada si orang itu.

Kalau kamu mau bikin stories highlight di Instagram atau WhatsApp yang banyaknya kebangetan sampe ga ada bedanya sama kode morse pun, bebas, that is your life bro. Tetapi aku rasa jika isi nya hanya sebuah kenyinyiran, lama-lama orang yang emang waras menyadari itu jadi males deket-deket sama kamu. Cara memperlihatkan bahwa seseorang hebat dengan menyindir orang lain itu sungguh tidak elegan sama sekali dan quotes sebagus apapun kalau ditujukan untuk nyindir orang, ga bakal ada nilai nya menurut aku. Hal semacam ini ga baik juga toh buat kesehatan jiwa. Percaya deh!

Merubah diri dari yang punya life style nyinyir itu ga susah-susah amat kok, yang penting ikhlas aja dengan apa yang diterima. Nyinyir menurut aku bukanlah sebuah bentuk bertahan hidup. So, jangan sampai sebuah kenyinyiran itu dijadikan power, passion, apalagi motto, ga boleh sampai mendarah daging pokoknya. Ga nyinyir ga asik.

Ada beberapa hal yang mungkin menurutku bisa sedikit membantu menanggapi si orang yang hidup kebanyakan nyinyir ataupun nyindir ini, yaitu: intropeksi, diam, ikhlas, diam dan intropeksi, dan ikhlas, dan diam. Diam itu emas men. Lu diem mulu berarti harta lu bertambah, ngerti kan? jangan coba-coba bales dengan kenyinyiran juga, karena udah pasti ga akan ada abisnya. Well, buat sampai ke titik hal-hal barusan yang aku omongin emang rada sepet si rasanya di nyinyirin ataupun di sindirin orang, ga jarang juga aku kegerahan sendiri ngeliat fenomena ini, entah emang obrolan si nyinyir ini untuk orang lain atau untuk kita sendiri.

Sekarang aku lebih berusaha menyaring dan berpikir dua kali buat meluapkan hal pribadi aku di sosial media, dengan selalu mencoba beranggapan bahwa internet itu memfasilitasi untuk hidup di era modern agar pemikirannya pun tidak melulu terbelakang. Terlebih jangan sampai obrolan itu menyakiti hati orang lain yang justru emang bukan dia yang menjadi sasarannya.

Umur aku udah hampir 2 dekade dan ngerasa udah cape aja gitu perang mulut sama orang-orang yang over nyinyir ini dengan masalah yang kadang-kadang cuma hal-hal cemen. What the hell dude!

Perlu di inget juga nih, kita itu hidup diplanet yang sama, dan menghargai orang lain disini sangat amat perlu. So, keep your mouth n fingers. Apalagi sekarang emang zaman dimana fitnah lagi bertebaran. Manusia mudah kemakan sama berita hoax dan langsung nge-judge orang, begitupun dengan aku yang ga jarang jadi korban dari si hoax ini. Bisa saja kita seekor harimau di dunia maya tapi sebenarnya kita hanyalah seekor kucing di dunia nyata. Right?

Lebih selektif lagi buat mempublish masalah kita itu penting, Aku sering menyesali jika emotion control ku yang minim ini memilih uring-uringan terhadap suatu masalah di sosial media, bukannya uneg-uneg berkurang yang ada malah nambahin uneg-uneg baru. Perlakuan kita terhadap sosial media secara tidak sadar telah memberikan efek kepada orang lain. Berusahalah tetap meminimalisir perpecahan dan jangan terlalu memaklumkan diri kita untuk meluapkan kekesalan pada sosial media. Lama-lama hidup dengan bergelimang kenyinyiran itu bisa menenggelamkan ke damaian hati.

Kadang pernah mikir juga kenapa ada hal-hal yang tidak aku harapkan terus terjadi secara berulang dihidup aku. Mungkin pemicu keruwetan hidup itu bukan dari orang lain melainkan troubel maker nya di diri aku sendiri. Makanya aku seneng ketemu orang-orang yang hatinya legowo, mudah memafkan, cepat sadar tempat, tetep merendah, pemikirannya tidak memelulu panas, berlapang dada atas kesalahan orang lain maupun dirinya sendiri. I think it’s a best thought ever, biar hati kita tidak lelah.

Mohon maaf tulisan kali ini agak sedikit sensitif, mungkin bakal ada yang pro dan kontra sama apa yang aku muat. Dari topik ini pula aku tidak bermaksud untuk menggurui seseorang, that’s just my opinion. Aku hanya sedang mencoba menjadi warga bumi yang baik sekaligus menjadi remaja yang bijak, berusaha menjadi seorang influencer yang menyebarkan kewarasan bagi banyak orang, sehingga hidup bisa lebih berkualitas sebagai khalifah dibumi, ehehe.

Tulisan ini akan menjadi sebuah pengingat bagi diri aku sendiri bahwa menjadi seseorang yang menyebalkan itu tidak asik kawan-kawan. Semoga caraku ini untuk menyampaikan opini sudah ditempat yang benar, diwadah yang layak dengan tutur kata yang pantas.

“Aku tak sabaik yang kau ucapkan tapi aku juga tak seburuk yang terlintas di hatimu” (Ali bin Abi Thalib).

Hati boleh panas tapi kepala tetap dingin. See u guys...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

kangen nulis

Perjalanan Melahirkan

JOGJA PART II